Petama,
menjaga pandangan dari sesuatu yang diharamkan. Ia dikarenakan terdapat
hadis Nabi SAW yang menyebutkan bahwa pandangan terhadap sesuatu yang
haram adalah bagian dari ‘panah-panah’ syetan. (HR. al Hakim dan al
Thabrani).
Kedua, menjaga lisan dari ghibah, dusta, gosip,
cacian, dan debat. Al-Ghazali menyarankan agar orang yang berpuasa lebih
banyak berzikir dan membaca Alquran. Beberapa ulama dari kalangan
Tabi‘in seperti Imam Sufyan al Tsauri dan Mujahid sepakat bahwa
berbohong dan bergunjing dapat merusak nilai puasa. Nabi SAW pernah
mengingatkan, “Apabila seseorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah
berkata keji dan bertengkar. Apabila ada orang yang mengajak
bertengkar, maka katakanlah ‘Aku sedang berpuasa’.” (HR. al Bukhari dan
Muslim).
Ketiga, menjaga pendengaran dari mendengarkan yang dibenci oleh Allah. Al Ghazali menegaskan bahwa bersikap diam ketika ada pergunjingan termasuk diharamkan. Ini dikarenakan Nabi SAW melarang melakukan pergunjingan dan juga mendengarkannya.
Keempat, menjaga anggota badan seperti tangan dan kaki dari aktivitas
yang tidak disukai Allah, dan juga perut dari memakan sesuatu yang
syubhat ketika berbuka. Al Ghazali mengingatkan bahwa puasa tidak
bernilai jika menahan diri dari sesuatu yang halal, namun berbuka dengan
sesuatu yang haram.
Kelima, menahan diri dari berbuka secara
berlebihan, walaupun makanan yang dikonsumsi halal. Tradisi mengonsumsi
beraneka ragam makanan khusus pada bulan Puasa, ternyata juga menjadi
kebiasaan sebagian umat Islam di zaman al Ghazali. Ini membuat ia heran
dengan mengatakan, “Spirit dari puasa adalah meminimalkan kekuatan hawa
nafsu, sedangkan itu tidak akan diperoleh kecuali dengan cara
meminimalkan makan”. Selain itu, makan dan minum yang berlebihan juga
berakibat malas dan suka tidur, sehingga tidak mampu memakmurkan malam
Ramadan.
Keenam, menghadirkan perasaan takut (khawf) tidak
diterima puasanya, dan harap (raja’) agar Allah menerimanya. Ini
dilakukan setelah berbuka puasa, bahkan setiap selesai beramal apa pun.
Ini dikarenakan jika Allah menerima puasa seseorang maka ia akan menjadi
golongan yang diridai. Adapun sebaliknya jika Allah menolaknya maka
orang tersebut akan menjadi golongan yang dimurkai.
No comments:
Post a Comment